GALERY KARMEL INDONESIA TIMUR

GALERY KARMEL INDONESIA TIMUR
SETITIK AWAN DARI TIMUR

Kamis, 19 Januari 2012

KOMITMEN KARMEL INDONESIA TIMUR


JAWABAN ANGGGOTA ORDO KARMEL KOMISARIAT INDONESIA TIMUR
ATAS SURAT PROVINSIAL PERIHAL PEMAHAMAN TENTANG KOMISARIAT


1. Alasan membentuk Komisariat Jenderal:
a. Yuridis Konstitusional
Konstitusi Ordo Karmel memberikan kemungkinan untuk mendirikan Komisariat  Jenderal Provinsi baru (bdk. Konst.180 #2; 177 #1; 183; 181 #1).
Komisariat Provinsi Ordo Karmel Indonesia Timur memandang pendirian Komisariat Jenderal atau bahkan Provinsi Ordo Karmel Indonesia Timur sebagai tanda perkembangan atau pertumbuhan sebagaimana alasan untuk hal ini digariskan juga oleh Konstitusi Ordo Karmel bahwa Ordo Karmel membagikan wilayah menjadi provinsi, komisariat provinsi, komisariat jenderal
b. Hasil studi kelayakan bersama utusan resmi Dewan Provinsi:

MENUJU KOMISARIAT JENDRAL INDONESIA TIMUR

            Rumah Kanonik: Komisariat “Titus Brandsma” Indonesia Timur sudah memiliki Komunitas-Komunitas, baik komunitas formasi maupun komunitas karya yang akan dijadikan sebagai Rumah Kanonik. Biara Formasi: 1) Biara Karmel / Novisiat “St. Teresia dari Lisieux”, Weruoret, Nita; 2) Biara Karmel “Beato Dionysius dan Redemptus, Wairklau, Maumere; dan 3) Biara Post Pastoral “Beato Redemtus” yang akan dibangun dan dijadikan Rumah Kanonik. Rumah Karya: 1) Komunitas “St. Elia”, Mageria, 2) Komunitas Seminari Karmel KPA “St. Paulus”, Mataloko, 3) Komunitas “St. Yosef”, Baturiti, Bedugul, Bali.

      ii.            Sumber Daya Manusia:
a) Studi lanjut: untuk meningkatkan kualitas hidup dan karya pelayanan, Komisariat Intim mempersiapkan orang-orang untuk studi lanjut, baik dalam maupun luar negeri, baik dengan mendapatkan gelar maupun non-gelar.
Catatan: Yang saat ini sedang studi: Rm. Yonas Kaki (Napoli), Rm. Agustinus Audagtus Sota (Jerman), Rm. Dominikus Dinong (Roma). Komisariat Intim terus memikirkan konfrater muda untuk juga studi lanjut dan dipersiapkan menjadi formator dan atau dosen serta tenaga ahli lainnya yang disiapkan untuk menangani sekolah-sekolah kita dan karya pelayanan dalam bidang spiritualitas. Komisariat Intim bertekad untuk menjadi rumah-rumah mereka sebagai pusat doa, devosi dan pendalaman spiritualitas.

b) On-going formation: Komisariat Intim juga memikirkan untuk mengirim konfrater yang sudah lama berkarya dan membutuhkan penyegaran dengan mengikuti kursus-kursus dan penyegaran rohani, baik dalam negeri maupun luar negeri, dengan mengingat keuangan Ordo.

    iii.            Jumlah Anggota Komisariat Indonesia Timur: anggota tetap sudah berjumlah lebih dari 47 orang, dengan perincian: 1) formasi - kaul kekal 2) karya formasi; 3) karya parokial; 4) karya persekolahan; 5) karya rumah retret; 6) studi lanjut; 7) bekerja di luar Komisariat Intim: Sumatera, Jawa, Sumba dan Papua

   iv.            Bidang Karya: 1) formasi (3, bakal menjadi 4); 2) Paroki (3, bakal menjadi 4); 3) Rumah Retret (2); 4) Pertapaan (1); 5) Sekolah (1 PAUD, 1 TK, 1 SMP, 1 SMA, 1 UT); 6) Misi ke luar negeri: Australia (1), Peru (1, Januari 2012 akan berangkat). Komisariat Indonesia Timur berkomitmen menyumbangkan tenaga untuk misi luar negeri; 7) Misi domestik:  siap memberikan bantuan, misalnya ke Sumatera dan tempat-tempat lain.

     v.            Kemandirian Dana: 1) Komisariat mulai mengembangkan komunitas-komunitas untuk mandiri. Kecuali Rumah Formasi, komunitas yang ada sudah mandiri, tidak ada lagi dapat subsidi dari Komisariat. 2) Penggalangan Dana Abadi Pendidikan, Dana Abadi Kesehatan – Hari Tua, antara lain setiap anggota Komisariat wajib memberikan sumbangan baik lewat komunitas maupun  perseorangan.

   vi.            Komunitas Yang Berdoa: Komisariat Indonesia Timur bertekad dengan membangun komunitas-komunitas yang ada menjadi komunitas yang berdoa, dan mengajak / melibatkan umat sekitar untuk berdoa. Secara konkret, Komisariat Intim menetapkan beberapa Hari Raya atau Pesta untuk menjadi hari-hari doa/novena Komisariat dan atau Komunitas. 1) Komisariat: Novena SPM dari Gunung Karmel (HR Ordo) dan Triduum Beato Titus Brandsma (Pelindung Komisariat). 2) Komunitas: Novena St. Teresia dari Lisieux (Novisiat Weruoret), Triduum Beato Dionysius (Wairklau), Triduum Beato Redemptus (Weruoret – Post Pastoral), Triduum St. Paulus (Mataloko), Triduum Nabi Elia (Mageria), Novena Salib Suci (Mauloo), Novena St. Yosef (Bedugul, Bali).


 vii.            Forum Karmel: Komisariat Intim akan mencoba membentuk Forum Karmel, dengan beranggotakan orang-orang (imam/biarawan dan biarawati serta awam) yang berminat dan menaruh perhatian kepada Spiritualitas Karmel, dengan mengadakan studi pribadi dan bersama, lalu membagikan kepada orang lain (Familia Carmelitana atau biarawan/wati dan umat), berupa mengadakan hari studi (atau penyegaran atau semi retret) dan menerbitkan dalam bentuk buku.

c. Pendasaran Misi Kerasulan:
                                i.            Wajah Karmel berbeda (dengan satu charisma) (bdk. Konst. 91 dan 92)
                              ii.            Penanganan dan pengolahan situasi konkrit di wilayah (bdk. Konst. 97 dan 98)
                            iii.            Mendekatkan pelayanan (bdk. Konst. 94, 95, 96)
                           iv.            Jawaban amanat Konstitusi Ordo tentang misi karmel (bdk. Konst. 91-96)

                 v.     Bertambahnya jumlah anggota Ordo Karmel Komisariat Indonesia Timur sebagai tanda pertumbuhan Ordo Karmel yang memungkinkan pengembangan atau pendirian Komisariat Jenderal atau Provinsi baru (bdk. Konst. 181 #1)
                         vi.          Perkembangan Ordo Karmel pada umumnya dan Provinsi Karmel Indonesia pada khususnya akan menjadi lebih baik lagi dengan memperhatikan geografi Indonesia yang demikian luas (alasan geografis)

2. Berdasarkan pendasaran di atas, maka kami sebagai komisariat memandang bahwa pendirian Komisariat Jendral sebagaimana tertuang dalam Keputusan Kapitel 2009 merupakan pilihan dan keputusan bersama (bdk. Konvensi Komit Bali 2009) dan kini ditegaskan kembali dalam Konvensi di Mageria 2011 bahwa jalan ini merupakan jalan terbaik. 

3. Peluang dan Tantangan:
A.    Peluang:
                                  i.            Hasil Studi Kelayakan
B.     Tantangan:
                                i.            Biaya pendidikan para frater studen.
Ordo Karmel Komisariat Indonesia Timur melihat bahwa tantangan terbesar untuk mewujudkan komitmen bersama menjadi Komisariat Jenderal atau bahkan langsung menjadi Provinsi Ordo Karmel Indonesia Timur adalah kemandirian dana pendidikan.
                              ii.            Langkah-langkah untuk menjawab tantangan di bidang ini:
a.     Mengembangkan unit-unit usaha mandiri yang ada.
b.     Meningkatkan partisipasi donasi dari berbagai pihak
c.      Membangun jaringan kerjasama dengan provinsi-provinsi lain
d.     Membangun komunikasi intensif dengan Jenderal dan Konsiliarius Jenderal untuk Asia, Australia dan Oceania terutama berkaitan dengan komitmen Karmel Komisariat Indonesia Timur menjadi Komisariat Jenderal.
4. Komitmen Keanggotaan:
“Setelah diberi kesempatan kepada masing-masing peserta Konvensi Mageria 2011 untuk mengungkapkan komitmennya, maka ditegaskan sekaligus diputuskan bahwa semua peserta menyatakan kehendaknya untuk tidak mengubah status keanggotaan Komisariat”





Rabu, 18 Januari 2012

SKAPULIR KARMEL

Asks Mother Mary to Wrap Us in Her Mantle

scapular.jpg
CASTEL GANDOLFO, Italy, JULY 17, 2011- Benedict XVI today noted that the scapular is a "particular sign of union with Jesus and Mary."
The Pope commented on the use of this devotion when he addressed Polish-speaking pilgrims gathered at the papal summer residence in Castel Gandolfo to pray the midday Angelus.
Saturday was the feast of Our Lady of Mount Carmel, the feast to which the scapular is linked. Simon Stock, general superior of the Carmelite Order, received the scapular in 1251, during an apparition of the Virgin, when she promised special assistance in life and in death to all those who wear it with devotion.
The word scapular originally referred to a form of clothing, which monks wore when they were working. The scapular came to symbolize Carmelite devotion to Mary; the devotion developed over time so that today, the scapular has various forms. 
Benedict XVI referred to wearing the scapular as a "particular sign of union with Jesus and Mary."
"For those who wear it, it is a sign of filial abandonment to the protection of the Immaculate Virgin," he said. "In our battle against evil, may Mary our Mother wrap us in her mantle."
The Holy Father's praise of the scapular while he was greeting the Polish pilgrims brings to mind his predecessor's own devotion to the scapular.
Blessed John Paul II spoke about the sign on the feast of Our Lady of Mount Carmel in 2003. The Polish Pontiff said: "Even I, from my youngest days, have worn around my neck the scapular of Our Lady and I take refuge with trust under the mantle of the Blessed Virgin Mary, Mother of Jesus."

Calendar

Selasa, 17 Januari 2012

BERTOLAK KE SEBERANG

 
MARI BERTOLAK KE SEBERANG
Sebuah Refleksi Atas Pertemuan Para Karmelit Komisariat Indonesia Timur
Bersama Prior Jendral Ordo Karmel

P. Inno, O.Carm
1.            Kisah  Awal
Sabtu, 30 Januari 2010, saat para frater dan umat yang hadir pada perayaan Ekaristi pagi itu khusuk berdoa, tiba-tiba seorang ibu melangkah dengan pasti menuju altar sambil menjunjung tas pakaiannya. Pada tangannya tergenggam satu batang lilin bernyala. Ia meletakkan semua barang-barang kepunyaannya di atas meja altar. Persis saat itu liturgi persembahan. Semua mata berubah arah tertuju pada pemandangan unik dan tidak biasa itu. Semua sepakat bahwa itu mengganggu. Satu gerakan alis mata yang memberi komando pun dimengerti untuk mengamankan situasi tak biasa ini. Dua frater berbadan kekar maju langsung mengangkat barang-barang persembahannya dan memindahkan ke belakang. Rasa haru dan kecewa terlihat meliputi wajah ibu berkerudung merah ini. Namun rupanya tak sanggup ia mengadu protes di depan altar itu. Ekaristi berjalan terus. Tiba-tiba rasa harunya pun makin menjadi-jadi hingga terdengar isak tangis. Ia berlutut sambil sesekali mengatur kembali kerudung merahnya.
2.            Antara Cerita dan Makna
Makna sebuah peristiwa tergantung dari subyek pemberi makna. Entah kenapa saya sangat yakin bahwa obyektivitas sebuah makna tidak perlu diragukan ketika isyarat sebuah makna tertuju pada sebuah kebenaran umum. Refleksi  tentang kisah kecil di atas memang lebih merupakan satu daya imajinasi pribadi yang coba menghubungkan antara peristiwa dan maknanya. Namun saya tetap berkeyakinan bahwa gaya refleksi teologi kontekstual  mesti menjadi  inspirasi bagi keberadaan kita para Karmelit  yang lebih dikenal dengan  orang-orang yang selalu bersemuka dengan Allah. Kita tidak cukup menjadi sadar bahwa Allah hadir secara transendens tetapi mesti juga berkeyakinan bahwa Allah hadir juga secara imanens.  Kedua cara hadir Allah ini pun belum tentu disadari secara tepat dan benar oleh semua orang beriman. Maka saya juga berkeyakinan bahwa Allah berbicara dalam berbagai peristiwa.  Allah berbicara dalam berbagai konteks kehidupan manusia. Allah menyapa nurani  manusia agar menjadi peka dengan situasi sekitar. Allah memampukan kita untuk mendengar apa yang orang lain tidak dengar dan melihat apa yang orang lain tidak sanggup melihat. Dalam keyakinan kecil ini, saya memberanikan diri untuk coba merefleksikan peristiwa unik itu dalam hubungannya dengan cerita Injil tentang Yesus meredakan angin ribut. Refleksi ini akan memperlihatkan gagasan-gagasan yang lahir dari pertemuan bersama para imam Karmel di Komisariat Indonesia Timur dan pertemuan Komisariat bersama dengan Romo Jenderal.
3.            Hari Sudah Petang dan Visi Kebertolakan Yesus
Ajakan Yesus dalam perikop Injil Markus 4: 35 merupakan sebuah ajakan untuk  memasuki suatu era baru, yakni era perubahan. Apa alasan Yesus dan murid-murid-Nya bertolak ke seberang tidak dijelaskan cuma dikatakan waktu itu hari sudah petang lalu Yesus dan murid-murid-Nya meninggalkan orang banyak.
Refleksi terhadap peristiwa Yesus dan murid-murid-Nya  tidak akan pernah berhenti dengan satu cara pandang. Satu cara pandang yang dipakai akan menentukan arah tertentu yang menjadi fokus tertentu pula. Arah pencapaian ini selalu berkaitan dengan prioritas. Demikian pula prioritas akan ditopang karena telah membawa serta sejumlah nilai di dalamnya. Karena itu aspek penting yang mesti disoroti di sini adalah visi kebertolakan Yesus ke seberang. Penekanan aspek visi menjadi sangat penting ketika disadari bahwa alasan ‘hari sudah petang’ bukan menjadi alasan mendasar bagi Yesus dan murid-murid-Nya untuk bertolak ke seberang. Akan tetapi ketika kita coba menghubungkan aspek visi kebertolakan yang menjadi prioritas Yesus dan murid-murid-Nya di satu sisi dan relasi manusia dengan waktu yang diteropong dari kultur Indonesia Timur misalnya, maka akan ada satu nilai yang ada di sana, yakni nilai keberanian. Mengapa demikian? Konsep tentang waktu ‘hari sudah petang’ bisa membatalkan niat untuk melanjutkan perjalanan karena orang  cenderung memilih ramah tamah ‘bermalam’ ketimbang berani hati untuk terus berjalan. Terlihat di sini bahwa orientasi waktu, time orientation bisa menjadi sangat menentukan untuk sebuah gerakan perubahan. Logika sederhana yang kita pakai adalah jika waktu ‘hari sudah petang’ itu tidak menjadi alasan untuk mengurung niat untuk bertolak, maka kurun waktu yang singkat bisa mendatangkan satu situasi keterdesakan yang menuntut keberanian. Perubahan akan lebih cepat direalisasikan ketika orang menyadari perubahan sebagai satu pilihan mendasar, optio fundamentalis untuk keluar dari situasi keterdesakan. Namun kita tidak diminta untuk mencapainya tanpa proses. Tentu proses yang benar mesti dilalui dengan bijak sehingga kwalitas  dan identitas tetap jelas dan bukan sekedar memperbanyak jumlah.
4.  Membawa Yesus: Misi Kebertolakan Para Murid
Satu gerakan perubahan tidak akan mempunyai nama sebagai ‘gerakan perubahan’ tanpa ada yang melihat sesuatu yang memang bergerak, tanpa ada yang berpindah dan yang ditinggalkan. Meskipun demikian sebuah gerakan perubahan baru mempunyai nilai kalau gerakan itu membawa serta isi di dalamnya. Gerakan perubahan yang dimaknai sekarang adalah sebuah kebertolakan dengan satu muatan dasar di dalamnya.  Muatan dasar ini mesti menjadi prioritas saat orang bertanya mengapa perubahan ini mesti melewati proses meninggalkan yang lain. Yang lain ditinggalkan agar wadah yang ada ini mesti ditempati secara tepat dan benar oleh apa yang menjadi isi dari visi kebertolakan ini. Muatan dasar dalam perahu kebersamaan kita sebagai Ordo maupun Komisariat adalah Yesus. Sama seperti para murid ketika mereka bertolak, mereka membawa Yesus. Demikian juga kita para Karmelit saat kita bertolak menuju Komisariat Jenderal dan Provinsi, kita mesti membawa Yesus yang telah duduk untuk mengajar sehingga visi kebertolakan kita untuk mengikuti Yesus menjadi tetap jelas dalam persaudaraan kita sebagai Karmelit.
Misi kebertolakan para murid adalah misi bersama. Di dalam kebersamaan itu sudah diandaikan adanya tanggungjawab personal untuk memberikan energi yang ada dari masing-masing untuk bisa membawa Yesus. Para murid membawa Yesus dalam satu wadah kebersamaan. Karena itu gerakan perubahan ini merupakan gerakan bersama. Identitas dari misi kebertolakan Yesus mesti disadari oleh semua orang yang berada di dalam perahu kebersamaan ini. Mesti disadari bahwa kita tidak cukup mampu memange diri untuk setia dalam gerakan bersama ini. Karena itu, kita perlu waktu untuk merumuskan kembali orientasi hubungan dengan sesama yang menekankan kerjasama. Kerjasama baru menjadi nyata kalau kadar persembahan diri dalam persekutuan persaudaraan dalam Ordo Karmel menunjukkan kwalitas yang terpuji dan teruji dalam dapur realitas dunia ini. Gagasan persembahan diri terinspirasi dari kehadiran ibu dalam Ekaristi pada Sabtu, 30 Januari 2010. Benar bahwa kehadirannya waktu itu menyedot perhatian kami, akan tetapi perhatian kami waktu itu hanya tertuju pada keanehan yang terjadi saat itu. Ide persembahan diri memang ide aneh, akan tetapi ide ini bisa menjadi sangat urgen ketika kita berbicara tentang sebuah gerakan bersama. Sebuah gerakan bersama bisa terlihat dalam satu gerakan kaki yang sesuai dengan waktunya, Zeitgemass tanpa ada yang berusaha menarik kembali ke belakang. Persembahan diri mesti terlihat dalam komitmen total untuk mewujudkan cita-cita dan harapan bersama yang secara mendasar berjuang menjalankan jobs description yang sudah ada. Lebih dari itu, kita sama-sama berjuang untuk mewujudkan rencana dan prioritas bersama entah sebagai Ordo maupun sebagai Komisariat.

5.  Meninggalkan orang Banyak: sebuah Ide Pertumbuhan
Banyak orang yang melihat kisah perjalanan Yesus dan murid-murid-Nya menjadi tidak mengerti, mengapa Yesus begitu cepat meninggalkan satu tempat atau mengapa Yesus meninggalkan orang banyak. Secara sempit pemandangan Yesus meninggalkan orang banyak bisa melahirkan polemik dan bahkan bisa dituduh penabur ide separatis. Akan tetapi, satu pemandangan bisa diteropong dari berbagai sudut pandang dan dengan menggunakan lensa yang berbeda. Berdiri pada sudut pandang tertentu dan dengan menggunakan lensa tertentu akan mempengaruhi konsep tentang ruang tertentu yang telah diabstraksikan sebagai yang indah dan menjanjikan. Tentu saya menggunakan lensa Komisariat Indonesia Timur untuk membaca peristiwa Yesus ini.
Konsentrasi pewartaan Yesus memang Galilea, akan tetapi pada waktu tertentu konsentrasi Yesus menjadi meluas dan dinamis. Itu berarti gagasan konsentrasi mesti beralih ke mana misi Yesus itu diarahkan, di situlah konsentrasi-Nya berpijak. Dinamika konsentrasi pelayanan Yesus bertumbuh dari satu kerinduan mendasar yang telah menjadi doa-Nya sendiri: Ya Bapa, Aku mau supaya di mana pun Aku berada, mereka juga berada bersama-sama dengan Aku, mereka yang telah Engkau berikan kepada-Ku, agar mereka memandang kemuliaan-Ku yang telah Engkau berikan kepada-Ku, sebab Engkau telah mengasihi Aku sebelum dunia dijadikan.” (Yoh 16: 24). Kerinduan Yesus ini dapat menjadi alasan mendasar atas pertanyaan mengapa konsentrasi Yesus tidak hanya di Galilea.  Yesus dengan segala kuasa yang telah dimiliki-Nya memerintahkan para murid-Nya untuk pergi dan menjadikan semua bangsa murid-Nya (bdk. Mat 28: 19). Terlihat jelas bahwa yang paling penting dari perintah Yesus ini bukan soal di mana atau tempat tertentu yang sudah diidolakan tetapi lebih pada penyebaran ke mana saja dengan tugas yang juga sudah jelas di dalamnya. Meninggalkan orang banyak dapat menjadi satu keputusan positip  bagi kita para Karmelit saat kita merindukan pertumbuhan dan penyebaran spiritualitas kita.
Meninggalkan orang banyak tidak dimengerti sama dengan mau menyembunyikan diri, tetapi satu kesempatan bagi kita untuk mulai mandiri. Mandiri berarti keluar dari rasa aman ketika kita ada di antara orang banyak di mana saya hampir tidak punya kesempatan untuk menunjukkan tanggung jawab. Karena itu, meninggalkan orang banyak selalu memiliki konsekuensi logis sesuai konteks Komisariat Karmel Indonesia Timur.  Konsekuensi logisnya adalah bahwa, pertama, setiap anggota Komisariat Karmel Indonesia Timur mesti berani menerima ‘rasa tidak aman’ karena diberi tugas dan tanggung jawab tertentu. Kedua, Setiap komunitas di Komisariat Karmel Indonesia Timur mesti lebih profesional menata perencanaan dan prioritas komunitas yang tentu punya konsekuensi pada dana. Ketiga, komunitas-komunitas perlu memikirkan secara lebih serius tentang usaha-usaha mandiri.

6.  Penutup
Mari kita bertolak ke seberang, memang pantas dijadikan tema permenungan kita para Karmelit. Tema ini menjadi pantas untuk direnungkan karena sebetulnya kita diajak oleh Tuhan Yesus untuk selalu keluar dari rasa aman yang telah kita pelihara menuju satu situasi baru yang tidak menentu namun membuat kita selalu yakin bahwa bersama Tuhan Yesus kita pasti tiba pada tujuan.