GALERY KARMEL INDONESIA TIMUR

GALERY KARMEL INDONESIA TIMUR
SETITIK AWAN DARI TIMUR

Jumat, 13 Januari 2012

PONDOK KARMEL - MUNDE




Rencana kunjungan Dewan Komisariat ke komunitas-komunitas karya para Karmelit di Komisariat Indonesia Timur ini menjadi kenyataan yang mengagumkan. Rabu, 26 Oktober 2011, Dewan Pimpinan Komisariat bertolak dari Maumere menuju Munde, suatu desa di wilayah kecamatan Aesesa. Munde merupakan suatu stasi dari wilayah pastoral paroki Danga, Mbai, Keuskupan Agung Ende. Di awal perjalanan ini, kami hanya berharap bahwa kami bisa sampai Munde dan bertemu Romo Fancy Bao. Tujuan kami cuma satu itu, kami mau berada bersama konfrater dan melihat dari dekat serta mendengar langsung kisah-kisah perjuangannya di tanah Munde. Sebagai orang baru yang belum pernah melihat Munde, kami hanya punya bayangan setelah mendengar cerita orang. Kata orang jalan menuju Munde itu cukup sulit, butuh kendaraan yang kuat. Banyak tanjakan dan tikungan. Batu-batu lepas bertaburan di jalan. Kami punya keputusan sendiri bahwa setelah makan malam kami akan mendaki menuju Munde. Suatu perjalanan malam yang menyedot aneka perasaan. Ada rasa aman ketika berada dalam Hartop merah. Namun, di pertengahan jalan, Hartop merah akhirnya terdiam tanpa banyak raungan yang menghibur penumpangnya. Apa yang terjadi? Kami mesti mendorong hartop itu bertiga dalam posisi mendaki. Saat itu saya ingat, kata Romo Jenti di pastoran Danga, “kendaraan ini, kalau tiba-tiba mati mesinnya berarti kita keringat”. Kata-kata itu menjadi kenyataan. Kami hanya sanggup mengubah jarak  5 meter dari posisi awal macet. Tak sanggup lagi mendorong lebih jauh. Syukur bahwa di saat sulit itu, kami persis berada di tempat yang full signal. Kami meminta bantuan Romo Fanci dan segenap pasukan padang gurunnya. Setengah jam kemudian, Romo Fanci tiba bersama 3 orang anggotanya. Bermodalkan tenaga 4 orang itu, kami sanggup mendorong dan menghibupkan kembali mesin hartop itu. Sukacita besar meliputi hati kami. Syukur kepadaMu Tuhan. Kami melanjutkan perjalanan dengan suasana hati yang baru. Rm. Jhon pengendali Hartop itu berlari begitu kencang meski tanjakan dan tikungan. Tak peduli. Katanya, “kuhajar, kuinjak!” Tiba-tiba saja Hartop kembali terdiam dan kali ini sangat menegangkan karena kami terpaksa berjalan mundur tanpa kendali dalam kegelapan. Oh malam gelap…., malam….. yang mengagumkan dan menegangkan. Rupanya malam gelap itu tidak merupakan akhir dari kisah anak manusia umumnya dan tidak merupakan akhir dari riwayat suatu jiwa. Malam gelap itu mengagumkan saat kami harus menghadapi satu kenyataan yang selalu jauh dari hidup kami, yakni suatu pertemuan jarak dekat dengan kematian. Oh indahnya malam gelap…..aku dibiarkan untuk kembali berkisah tentang kuatnya kasihMu untuk menahan keterlepasan kami dari kendali-kendali manusiawi yang sering tak terkendalikan lagi. Oh Malam Gelap….malam yang menyadarkan bahwa di jalan pendakian ini aku tak sanggup seorang diri. Aku butuh bimbingan dan dorongan dari bawah dan tarikan dari Atas. Aku begitu lemah dan aku berharap Engkau bisa menarikku sampai ke Puncak. Aku mengerti ternyata jalan menuju puncak itu butuh keheningan. Aku mesti berjalan lebih pelan, setahap demi setahap melintas cadas-cadas yang tak beraturan. Rona kegelapan itu hanya bisa kutulis karena aku masih diberi waktu untuk hidup dari Sang HIDUP.
Di puncak pendakian itu, seluruh pandangan dan perhatian kami disedot ke satu titip pemandangan yang begitu mempesona. Di satu hamparan padang rumput, di bawah kaki deretan perbukitan, terlihat satu pondok berdinding pelupu, beratap alang-alang. Pada keempat sudut diterangi lampu-lampu yang berubah-ubah warnanya, merah, kuning, putih. Indah sekali. Itu kesan pertama. Pondok Karmel Munde sungguh menjadi pondok inspirasi. Inspirasi dalam banyak hal untuk ziarah hidup kita para Karmelit ini. Mungkin tak pernah terpikirkan oleh Rm. Fanci. Namun tangan Tuhan terus menuntunnya. Jalan masuk yang dibuatnya adalah dari material batu putih. Sungguh indah. Jalan ini adalah jalan suci, kata Regula kita. Suatu jalan yang memungkinkan kita sampai pada satu muara yang sejuk dan aman. Itulah  pesona inspiratif pondok Munde. Pondok kesejukan yang menerima semua orang yang terkena hawa panas dunia dan bahkan terancam kering oleh kejamnya persaingan dan aneka kompetisi dunia. Dunia kita adalah dunia yang panas. Panas oleh karena aneka berita tentang ketidakadilan. Panas karena lapisan ozon kian menipis. Panas karena bumi kehilangan hutan. Panas karena hawa pabrik dan pertambangan. Panas karena iklim politik. Panas karena kehilangan kendali diri. Pondok Munde adalah pondok kesejukan. Mari kita menyepi di sana.

























1 komentar:

  1. Profisiat ya Rm. Fancy, Munde memang menjanjikan masa depan Karmel Indonesia Timur. Mari kita bangun pondok doa di sana biar banyak orang datang untuk menimba kehausan rohaninya di sana

    BalasHapus