B |
erdasarkan pada informasi dari sumber yang dipercaya, “ECHO” adalah nama buletin yang sudah lama beredar di kalangan Karmel propinsi Jerman. Kita butuh suatu nama baru untuk majalah informasi dan komunikasi di antara kita Karmel Komisariat Indonesia Timur ini: “Suara Keheningan”. Suara sebagai terjemahan bebas dari ECHO; Keheningan merupakan aksentuasi dari salah satu tradisi khas Karmel sebagai Ordo Kontemplatif. Untuk itu, mari kita kembali ke sumber tradisi Karmel untuk menimbah makna suara keheningan.
Inspirasi Elia:
Elia Sang Inspirator Karmel, pada satu pihak dialah nabi yang terbakar oleh cinta yang membara akan Allah, yang kata-katanya bagaikan obor bernyala dan dengan pedang terhunus membela Allah yang benar (Bdk. 1 Raj 18,36-40); di lain pihak Elia berdiam diri dalam keheningan Allah di gunung Horeb. Dialah nabi yang peka akan Suara Allah dan kehadiran-Nya dalam keheningan angin sepoi-sepoi (Bdk. 1 Raj 19, 12). Dialah Sang nabi kontemplatif. Dialah nabi peka akan jeritan orang kecil. (Bdk 1 Raj 17, 7-24; 21, 17-29). Dialah nabi yang membela hak-hak Allah yang Esa dan hak-hak orang lemah dan miskin yang dikasihi Allah. (Bdk. Kontitusi Ordo Karmel, 26)
Pengalaman akan Allah dari nabi Elia inilah menjadi inspirasi para Karmelit awali hidup di dekat sumur Elia dan dalam keheningan sel masing masing mendengarkan suara Tuhan dan merenungkannya siang –malam. Ketika pindah ke Eropa mereka tetap memelihara keheningan sel masing-masing dan memilih cara hidup mendikan yang sangat berpengaruh waktu itu (Fransiskan dan Dominikan). Kekhasan mendikan Karmelit tidak terlepas dari iinspirasi nabi Elia yang solider dengan kaum miskin dan terbuang serta membela hak-hak kaum tertindas. (Bdk. Konst. 26).
Mengikuti Yesus:
Para Karmelit dipanggil mengikuti Yesus dan meneladani Dia. Banyak contoh kita temukan dalam Injil cerita tentang Yesus yang mengambil waktu hening di tempat sunyi . Pada awal karya-Nya, Yesus masuk dalam keheningan padang gurun untuk berpuasa dan mengalahkan godaan roh jahat. (Bdk. Luk 4,1-13). Pagi hari waktu orang masih tidur, Yesus pergi ke tempat sunyi untuk berdoa kepada Bapa-Nya. (Bdk. Mrk 1,35). Pada hari siang Yesus pernah ditemukan orang sendirian di tempat sunyi (Bdk. Luk 4, 42 ). Yesus berdoa dalam keheningan semalam-malaman menjelang pemilihan dua belas rasul-Nya. Yesus sering mengundurkan diri ke tempat yang sunyi untuk mengambil waktu hening dan berdoa setelah melakukan suatu peristiwa mujisat (Bdk. Luk 5, 16; Mrk 6, 45).
Para murid pun diajak Yesus menyepi bersama Dia untuk mengalami keheningan Allah di tempat yang sunyi ( bdk. Mrk 6,31;). Dalam keheningan di tempat sunyi Yesus berdoa dan mengajar para murid berdoa (Bdk. Luk 11, 1-4); dan di sana Yesus mengajar mereka secara khusus sebagai satu komunitas para murid (Bdk. Luk 11, 5-13). Yesus menampakkan kemuliaan ilahi-Nya disaksikan tiga orang murid-Nya di puncak gunung yang sunyi dan dari balik awan terdengar Suara Bapa membelah keheningan: “Inilah Anak yang Kukasihi, dengarkanlah Dia” (Bdk. Mark 9,2-8, Mat 17, 1-13; Luk 9, 28-36).
Yesus pernah secara terang-terangan memuji Maria, adik Martha: “ hanya satu saja yang perlu: Maria telah memilih bagian yang terbaik, yang tidak akan diambil dari pada-Nya”. ( Luk 10, 42). Apakah “hanya satu yang perlu” itu? Keheningan. Maria duduk hening “ dekat kaki Tuhan dan terus mendengarkan perkataan-Nya” ( Luk 10, 40).
Yesus juga terhempas dalam keheningan malam gelap Getsemani dan Kalvari. Lalu Dia bangkit pada keheningan pagi buta hari Minggu Paskah. Setelah itu, Yesus mengambil saat hening pagi atau malam hari untuk menampakkan kebangkitan-Nya: kepada Magdalena di makam kosong; menjadi teman yang mengobarkan iman dan harapan dua murid di jalan sepi menuju Emaus; tiba-tiba hadir di tengah para murid yang berkumpul di ruang tertutup rapat untuk memberikan tugas kesaksian kebangkitan dan pengampunan dosa. Nah, tidak ada yang lebih penting untuk meneladani yang paling dicintai Yesus adalah keheningan. Karmelit dipanggil untuk memilih “satu yang perlu”, yaitu duduk mendengarkan Suara Tuhan dan mengalami kehadiran-Nya dalam keheningan doa, meditasi dan kontemplasi. Keheningan menjadi kekuatan kita dalam membangun persaudaraan dan pengampunan. Hanya dari keheningan batin lahirlah kehendak yang kuat mengikuti Yesus untuk mengobarkan setiap hati di jalan sepi kaputusasaan, kehilangan kasih dan terbuang; serta untuk membangkitkan harapan bagi mereka yang terkubur dalam malam gelap penderitaan batiniah dan jasmaniah.
Undangan Regula
Regula Ordo Karmel ada keseimbangan antara menjaga keheningan dan mendengarkan suara Tuhan. Dengan menghadirkan “spiritualitas bilik”. Regula mengundang para Karmelit masuk dalam keheningan untuk merenungkan Suara Tuhan siang dan malam (Regula 10 dan 21). Bilik menurut tradisi Karmel bukan sekedar dalam arti harafia suatu bangunan/ruangan lahiriah, melainkan kita harus membangun “keheningan bilik” batin kita sendiri bagi Allah bersemayam. Regula juga mengajarkan dalam keheningan memupuk keadilan dan terletak kekuatan kita (Bdk. Regula 21). Keheningan yang kita ciptakan bukan berarti tidak adanya komunikasi, melainkan keheningan diciptakan untuk menghindarkan kita jatuh dalam dosa karena lidah (Bdk. Regula 21). Keheningan yang diajarkan oleh Regula bukanlah pengasingan diri, melainkan kepenuhan hadirat Allah yang mampu megembalikan kita ke dalam persekutuan persaudaraan. (Bdk. RIVC, 28)
Ajaran Rohani Karmel
Tradisi rohani Karmel mengundang kita untuk menceburkan diri dalam keheningan. Santo Yohanes dari Salib menulis: ”Bapa mengucapkan satu Firman, yaitu Putera-Nya, dan Dia mengatakan dalam keheningan abadi; dan dalam keheningan pula Firman itu hendaknya didengarkan jiwa” (Sabda Cahaya dan Kasih, 99).
Santa Teresa Avila melalui ajarannya tentang “Puri Batin” dan puisi-puisi rohaninya kita belajar tentang keheningan batin. Allah bertahta dalam keheningan batin dan mengundang kita masuk untuk mengalami-Nya. (Bdk. Syair, Carilah dirimu sendiri dalam diri-Ku).
Dari banyak santo-santa Karmel yang berpengalaman dalam hidup rohani, kita juga belajar bahwa untuk dapat mendengarkan suara Tuhan, kita harus bisa mengheningkan diri. Dari mereka juga kita dapat belajar untuk memahami Suara Allah dan menanggapinya, kita harus tahu menyesuaikan seluruh aspek hidup kita ( spiriitual, psikologis, biologis) dengan keheningan suara Allah ( Bdk. 1 Raj 19,12) (Bdk. RIVC,28).
Kebutuhan Hidup
Dalam kehidupan sehari-hari hening sering digunakan dengan kata tenang. Tanda TENANG di rumah sakit maksudnya cipatakan suasana hening, karena dalam suasana tenang proses penyembuhan tubuh dan saraf terlindungi. Tanda Tenang di studio radio menciptakan keheningan untuk menjaga lalu lintas suara yang rumit di angkasa yang tak terbatas. Tanda Tenang di perpustakaan untuk menciptakan keheningan karena dalam suasana tenang menjadi signal persatuan mendalam pikiran dengan pikiran, proses pertumbuhan akal budi. Kita juga menemukan tanda SILENTIUM di biara-biara. Tanda Tenang di gereja, di rumah reteret, di kelas, di ruang operasi, di ruang sidang, dan ada juga tanda tenang waktu siesta/tidur, dll.
Jadi, seluruh aspek hidup manusia (psikologis, biologis, spiritual, intelektual dan komunikasi) membutuhkan keheningan. Singkat kata, keheningan/tenang merupakan kebutuhan hidup manusia.
Majalah “Suara Keheningan”
Latar belakang nama majalah “Suara Keheningan” bersumber dari tradisi spiritualitas Karmel. Misi apakah yang mau diusung oleh majalah Suara Keheningan? Majalah ini menjadi wadah komunikasi dan informasi dari kita untuk kita: Pertama, menyuarakan pengalaman kita akan Allah di tengah Gereja dan masyarakat dalam terang sabda Allah, tradisi dan spritualitas Karmel. Kedua, menyuarakan pengalaman rohani yang lahir dari keheningan doa, meditasi dan kontemplasi. Ketiga, menjadi wadah kenabian yang menyuarakan kepekaan akan suara Allah dalam keheningan dan akan jeritan para kekasih Allah, orang kecil dan lemah yang kita jumpai dalam pelayanan pastoral maupun kategorial lainnya di tengah masyarakat.
Suara Sapaan
Pilihan yang membuat Yesus mengangkat kedua jempol kepada Anda dan berkata: “Good Job”, adalah keheningan. Keheningan batiniah yang melampaui ruang dan waktu. Hening untuk semakin peka akan kehadiran-Nya. Hening mendengarkan Suara-Nya. Hening berdialog dengan Dia. Hening dalam memaduh kasih dengan Dia. Hening untuk menyatukan hati, kehendak. Hening berkontemplasi. Hening membangun persaudaraaan. Hening mempertajam kepekaan akan jeritan ketidakadilan. Hening berkarya dengan hati. Hening berpastoral dengan cinta. Tidak ada yang lebih penting di hadapan-Nya.
Akhirnya, dengarlah suara sapaan guru “Jalan Kecil”, Santa Theresia dari Kanak-Kanak Yesus ini : ” Menurut pendapatku tepatlah sikap Anda itu dalam memelihara Keheningan batin...”. Dan “... betapa bahagianya kita yang boleh mengerti rahasia persatuan mesra dengan Pengantin kita. Ah, seandainya Anda mau menulis apa yang Anda ketahui tentang hal itu, maka kita akan mendapat lembaran-lembaran indah untuk dibaca”, (Manuskrip, Surat Kepda Sr. Maria Dari Hati Kudus”).
Nikmatilah Suara Keheningan-Nya!
Berbagilah! Berbagilah senantiasa dalam “Suara Keheningan” Zelo Zelatus Sum Pro Domino Deo Exercituum. Maju terus! Kita Bisa!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar